DASAR-DASAR PENDIDIKAN || Aliran-Aliran Pendidikan
ALIRAN - ALIRAN PENDIDIKAN
A. ALIRAN PROGRESIVISME
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar
pada masa kini mungkin tidak benar pada masa mendatang. Pendidikan harus
terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa
tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O.
Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.
Thomas dan Frederick C.
Neff.
Progresivisme
dinamakan inst :rumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi
manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan
kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut
menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen yang merupakan untuk menguji
kebenaran suatu teori. Progressivisme dinamakan environmentalisme karena aliran
ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian. Dalam
pendapat lain, pragmatisme berpendapat bahwa suatu keterangan itu benar kalau
kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan
benar kalau kebenaran itu sesuai dengan kenyataan.
a. Aliran Progresivisme Memiliki Kemajuan dalam Bidang
Ilmu Pengetahuan Yang Meliputi
·
Ilmu hayat : Bahwa
manusia adalah untuk mengetahui semua masalah kehidupan.
·
Antropologi : Bahwa
manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru.
·
Psikologi : Bahwa
manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, dan
pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengaturnya.
b. Tokoh-tokoh Progresivisme.
1.
William James (11
Januari 1842 – 16 Agustus 1910)
William James seorang psychologist dan seorang fulsouf
Amerika yang sangat terkenal. Paham dan ajarannya, demikian pula kepribadiannya
sangar berpengaruh di berbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia
sangar terkenal dikalangan umum Amerika sebagai penulis yang sangat brilian,
dosen serta penceramah dibidang filsafat, juga terkenal sebagai pendiri
Pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek
dari eksistensi organic, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan
hidup.
John Dewey adalah seorang profesor di Universitas
Chicago dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah
“progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya dari pada
mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Child Centered Curiculum” dan “Child
Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa
depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya “My
Pedagogical Creed”, bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan
persiapan masa yang akan datang.
3.
Charles S. Pierce John
Dewey (20 Oktober 1859 - 1 Juni 1952)
Charles S. Pierce John Dewey merupakan filosof,
psikolog, pendidik dan kritikus social Amerika. Gagasan filosofis Dewey yang
terutama adalah problem pendidikan yang kongkrit, baik yang bersifat teoritis
maupun praktis. Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam filsafat
pendidikan progresif di Amerika.
Pengaruh Dewey di kalangan ahli filsafat pendidikan dan filsafat umumnya tentu
sangat besar. Namun demikian, Dewey juga memiliki sumbangan di bidang ekonomi,
hukum, antropologi, politik serta ilmu jiwa.
4.
Hans Vaihinger (1852 - 1933)
Hans
VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah
gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di
dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu
berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja
bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja
5.
Georges Santayana
Georges
digolongkan pada penganut pragmatisme ini. Tapi amat sukar untuk memberikan
sifat bagi hasil pemikiran mereka, karena amat banyak pengaruh yang
bertentangan dengan apa yang dialaminya.
c. Tempat Asal Aliran Progresivisme
Dikembangkan
Progressivisme
merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar abad ke-20.
John S. Brubaeher, mengatakan bahwa filsafat progressivisme bermuara pada
aliran filsafat pragmatisme yang di perkenalkan oleh William James (1842-1910)
dan John Dewey (1885 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup
praktis.
Progresivisme dianggap sebagai The Liberal Road
of Cultlire (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai
yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka (open
minded) dan menuntut pribadi-pribadi penganutnya untuk
selalu bersikap penjelajah, peneliti, guna mengembangkan pengalamannya.
Progresivisme menuntut kepada penganutnya untuk
selalu progres (maju) bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif,
aktif serta dinamis. Sebab sudah menjadi naluri manusia selalu menginginkan
perubahan-perubahan. Manusia tidak mau hanya menerima satu macam keadaan saja,
akan tetapi berkemauan hidupnya tidak sama dengan masa sebelumnya. Untuk
mendapatkan perubahan itu manusia harus memiliki pandangan hidup di mana
pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel (tidak kaku, tidak
menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), curious (ingin
mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded (punya hati terbuka).
d. Pandangan Progresivisme dan Penerapannya
di Bidang Pendidikan
Aliran
filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia
pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan
dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik secara
fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang
terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang
lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang
otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar
untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan
sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik. Adapun filsafat progresivisme memandang tentang
kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah
sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah.
Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan
itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu. Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk
memproses dan merekonstruksi kebudayaan
baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhimya akan
dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan
sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang
berkualitas unggul, berkompetitif, insiatif, adaptif dan kreatif sanggup
menjawab tantangan zamannya.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, di mana apa yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya dengan metode pendidikan "Belajar Sambil Berbuat" (Learning by doing) dan pemecahan masalah (Problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, di mana apa yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya dengan metode pendidikan "Belajar Sambil Berbuat" (Learning by doing) dan pemecahan masalah (Problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa.
e. Pandangan Progresivisme Terhadap
Kurikulum
W.H Kilpatrick mengatakan, suatu kurikulum yang
dianggap baik didasarkan atas tiga prinsip:
1. Meningkatkan
kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang.
2. Menjadikan
kehidupan aktual anak ke arah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan
menyeluruh.
3. Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai
suatu uji coba atas keberhasilan sekolah sehingga
anak didik dapat berkembang dalam kemampuannya yang aktual untuk aktif memikirkan hal-hal baru yang baik untuk
diamalkan, dan dalam hal ini apa saja yang ingin berbuat serta kecakapan efektif untuk
mengamalkan secara bijaksana melalui pertimbangan yang matang.
B. ALIRAN ESENSIALISME
Esensialisme
adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang
utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, di mana terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada
keterkaitan dengan doktrin tertentu.
a. Tokoh-tokoh Esensialisme
1. Georg
Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg
Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan
landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai
sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat
kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis.
2.
George Santayana
George
Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu
sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat
ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman
seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung
asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara
aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih,
melaksanakan).
b. Tempat Asal Aliran
Esensial Dikembangkan
Esensialisme
adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat
yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung
esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan
sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal
sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu
timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam
pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap
simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang
sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi
tuntutan zaman.
c. Pandangan Aliran Esensialisme dan Penerapannya di
Bidang Pendidikan
Idealisme,
sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada
taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk
memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Pandangan
Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui
indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih
dahulu.
d. Pandangan Aliran Esensialisme Mengenai
Kurikulum
Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan
bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak
manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Bogoslousky, mengutarakan di samping menegaskan
supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu
dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang
mempunyai empat bagian:
1. Universum
Pengetahuan
merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di
antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan
lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang
diperluas.
2. Sivilisasi
Karya
yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi
manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan,
dan hidup aman dan sejahtera.
3. Kebudayaan
Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di
antaranya filsafat, kesenian,
kesusteraaan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
4. Kepribadian
Bagian
yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan
dengan kepribadian yang ideal. Robert
Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara
fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat
diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk
tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci.
Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi.
C. ALIRAN REKONSTRUKSIONALISME SOSIAL
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris
rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan,
aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme,
yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran
rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan
kesimpangsiuran. Rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan
antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya
a. Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun
masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran
ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg. Mereka bermaksud membangun
masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas dan adil. Ide gagasan mereka
secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan
mengapa aliran Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism.
Meskipun mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya
dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of
Educational Philosophy (1950), Toward recunstucted Philosophy of Education
(1956), dan Education of power (1965). (Teguh Wangsa Gandhi HW, 2011,
hlm. 190)
b. Tempat Asal Aliran Rekonstruksionisme
b. Tempat Asal Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan
atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. (Uyoh Sadulloh, 2009, hlm. 167
c. Pandangan Aliran Rekonstruksionisme dan
Penerapannya di Bidang Pendidikan
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual
dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang
tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi
yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia. Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa
masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh
rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme
memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam
nyata ini mengandung dua macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi
dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan
berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu
kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa
umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang
menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera
manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan
petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas
sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima.
D. ALIRAN PERENIALISME
Menurut Ali Saifullah, aliran perenialisme
termasuk dalam kategori filsafat pendidikan akademis-skolastik. Kategori ini
meliputi dua kelompok yakni aliran perenialisme sendiri, essensialisme,
idealisme dan realisme, dan kelompok progressif meliputi progresivisme,
rekonstruksionisme dan eksistensialisme.
Perenialisme
diambil dari kata perennial, yang diartikan sebagai continuing
throughout the whole yearatau lasting for a very long time,
yang bermakna abadi atau kekal. Dari makna tersebut mempunyai maksud bahwa
Perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
Aliran
perenialisme menurut Zuhairini sebagaimana dikutip Abdul Khobir dalam
bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menganggap bahwa zaman modern
adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan,
kebingungan sehingga banyak menimbulkan krisis di segala bidang kehidupan
manusia. Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan
dengan jalan regressive road to culture, yaitu jalan kembali atau
mundur kepada kebudayaan lama (masa lampau), kebudayaan yang dianggap ideal dan
telah teruji ketangguhannya. Disinilah pendidikan mempunyai peranan yang
penting dalam rangka mengembalikan keadaan manusia modern kepada kebudayaan
masa lampau yang ideal tersebut.
a. Tokoh-tokoh Aliran Perenialisme
Aristoteles filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa
latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah
Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas
sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13. Perenialisme memandang bahwa
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi
telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi
abad sekarang.
Plato Asas-asas
filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua
sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi
gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi
Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan
cita filosofis Plato dan Aristoteles. Pendapat
di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya
filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia
perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia
itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai
dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang
dikenal dengan nama Neo-Thomisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini
berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad
ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti
dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi
hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai
kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat
pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini
terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i
kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi. (Bamadib, 1990: 64-65).
b. Tempat Asal Aliran Perenialisme
Di zaman kehidupan modern ini banyak
menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang
pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme
memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh. Pendidikan
yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan
mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini
dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat
perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang
Teori kependidikan kalangan perenialis mencuat
sebagai sebuah pemikiran formal (resmi) pada dekade 1930-an sebagai bentuk
reaksi terhadap kalangan progresif. Perenialisme modern secara umum menampilkan
sebuah penolakan besar-besaran terhadap cara pandang progresif. Bagi kalangan
perenealis, permanensi (keajegan), meskipun pergolakan-pergolakan politik dan
sosial yang sangat menonjol, adalah lebih riil (nyata) dari pada konsep
perubahan kalangan pragmatis. Dengan demikian kalangan perenialis mempelopori
gerakan kembali pada hal-hal absolut dan memfokuskan pada ide-gagasan yang
luhur (menyejarah dari budaya manusia), ide-gagasan ini telah terbukti
keabsahan dan kegunaannya karena mampu bertahan dari ujian waktu.
c. Pandangan Aliran Perenialisme dan Penerapannya
di Bidang Pendidikan
Ilmu
pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena
dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang
bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan
melalui akal pikiran. Menurut
epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika
pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas,
maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Jadi
epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian
dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan
kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika
melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang
menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam
premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita
khusus. Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai penman sedemikian, karena telah
memiliki evidensi diri sendiri. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang
cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya
masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men
gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan
suatu paham. Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu
mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan
disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada
masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat
menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat,
politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah
banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran
dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak
didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada
masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting
dan karyakarya tokoi1 terse but untuk diri sendiri dan sebagai bahan
pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Progressivisme mempunyai konsep yang didasari
oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau
mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan
berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama
dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia,
harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan
dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak
otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
·
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah
gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari
gerakan progrevisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya/sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk
secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus-ratus tahun, dan didalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu.
·
Aliran rekonstruksionisme adalah
suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. (Teguh Wangsa Gandhi HW,
2011, hlm. 189).
Rekonstruksionisme merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. (Uyoh
Sadulloh, 2009, hlm. 167)
·
Perenialisme
modern secara umum menampilkan sebuah penolakan besar-besaran terhadap cara
pandang progresif. Bagi kalangan perenealis, permanensi (keajegan), meskipun
pergolakan-pergolakan politik dan sosial yang sangat menonjol, adalah lebih
riil (nyata) dari pada konsep perubahan kalangan pragmatis. Dengan demikian
kalangan perenialis mempelopori gerakan kembali pada hal-hal absolut dan
memfokuskan pada ide-gagasan yang luhur (menyejarah dari budaya manusia),
ide-gagasan ini telah terbukti keabsahan dan kegunaannya karena mampu bertahan
dari ujian waktu. Perenialisme menekankan arti penting akal budi, nalar, dan
karya-karya besar pemikir masa lalu.
B. Saran
Kajian tentang berbagai aliran atau
gerakan pendidikan itu akan memberikan pengetahuan dan wawasan historis kepada
tenaga kependidikan. Hal itu sangat penting agar para pendidik dapat memahami
dan pada gilirannya kelak dapat memberikan kontribusi terhadap dinamika
pendidikan itu dan tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan dan
wawasan historis tersebut, setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal
yang memadai dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapi, serta pertimbangan
yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan tindakan sehari-hari.
Setiap
orang pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup
lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju
tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan
penjelasan diatas, filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya
kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah
idealism, rasionalisme (kenyataan), hal it dikarenakan filsafat pendidikan
mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai
seperti yang telah disebutkan diatas. Masing-masing aliran pendidikan memiliki
kekurangan dan kelebihan, sehingga para pelaku pendidikan harus mempelajari
semua aliran dan mengkolaborasikannya sehingga akan diperoleh suatu sistem
pendidikan atau pola pembelajaran yang baik.
Comments
Post a Comment